Saturday, December 3, 2011

Waktu Kerja Lembur Lebih dari 54 Jam Seminggu

Saya seorang staff legal di sebuah perusahaan. Berdasarkan pasal 78 ayat 1 huruf b UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan "waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu". Kemudian, pasal 188 ayat 1 UU No 13/2003 menyatakan, "Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2), pasal 38 ayat (2), pasal 63 ayat (1), pasal 78 ayat (1), pasal 108 ayat (1), pasal 111 ayat (3), pasal 114, dan pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).” Apakah sebuah perusahaan yang memperkerjakan karyawannya lembur lebih dari ketentuan pasal 78 ayat 1 atau lebih dari 3 jam sehari atau lebih dari 14 jam seminggu, namun diizinkan oleh Disnaker setempat? Apakah hal tersebut tetap melanggar ketentuan pidana seperti yang diatur pada pasal 188 ayat 1? Sekian, terima kasih.

Penanya:pakulonan

1 comment:

  1. Berdasarkan pasal 78 ayat (1) huruf b jo. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No.13/2003), bahwa lamanya waktu kerja lembur pada hari kerja biasa, maksimum 3 (tiga) jam per-hari atau –- kumulatif -- 14 (empat belas) jam per-minggu. Namun, berdasarkan pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans. No. Kep-102/Men/VI/2004, ketentuan waktu kerja lembur dimaksud, tidak termasuk (tidak berlaku) untuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau pada hari libur resmi.



    Demikian juga, berdasarkan pasal 78 ayat (3) dan (4) UU No.13/2003, ketentuan waktu kerja lembur tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha/pekerjaan tertentu, yang diamanatkan diatur khusus -- masing-masing -- dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.



    Pengaturan waktu kerja dan waktu kerja lembur pada sektor usaha/pekerjaan tertentu yang –- saat ini -- sudah diatur, baru di sektor energi dan sumber daya mineral dan sektor pertambangan umum. Dalam pasal 2 ayat (1) huruf n dan ayat (2) Kepmenakertrans No. Kep-234/Men/2003 dan pasal 2 ayat (2) Permenakertrans No.Per-15/Men/VII/2005 diatur waktu kerja termasuk waktu kerja lembur secara kumulatif dibatasi maksimum 12 (dua belas) jam per-hari.



    Pembatasan ketentuan waktu kerja lembur -- maksimum 3 (tiga) jam per-hari pada hari kerja biasa --, atau waktu kerja termasuk waktu kerja lembur kumulatif 12 jam per-hari pada sektor usaha/pekerjaan tertentu (di luar waktu istirahat antar jam kerja) dimaksudkan untuk memberikan perlindungan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) kepada pekerja/buruh dari tindakan eksploitasi manusia (exploitation de long parlong).



    Sejak diundangkannya UU No. 13/2003, tidak dikenal lagi lembaga penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat sebagaimana pernah diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-608 /Men/1989 tentang Pemberian Izin Penyimpangan Waktu dan Waktu Istirahat Bagi Perusahaan-perusahaan Yang Mempekerjakan Pekerja 9 Jam Sehari dan 54 Jam Seminggu. Sebelumnya, ketentuan izin penyimpangan waktu kerja (IPWK) dimungkinkan diberikan setelah dilakukan penelitian secara saksama oleh pejabat yang berwenang (lihat juga SE Menteri Tenaga Kerja RI No. SE-01/Men/1989 tentang Penyederhanaan Pemberian Ijin Penyimpangan Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat) yang dilakukan secara selektif dan bersifat temporer. Selain itu, pejabat yang berwenang juga mengarahkan perusahaan untuk menambah jumah tenaga kerja atau menggunakan sistem kerja shift (pasal 5 Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. INS-03/M/BW/1991 tentang Pelaksanaan Waktu Kerja Dan Waktu Istirahat Lebih Dari 9 Jam Sehari Dan 54 Jam Seminggu).



    Dengan demikian, terkait dengan pertanyaan Saudara, apabila ada pejabat/petugas instansi ketenagakerjaan (Disnaker setempat) yang –- masih -- menerbitkan izin penyimpangan waktu kerja (IPWK) melebihi ketentuan maksimum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka yang bersangkutan bertindak di luar kewenangan (ultra vires) dan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku (PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil). Bilamana terjadi resiko terhadap pekerja dari perusahaan yang diberi IPWK, maka menurut hemat kami, pejabat/petugas yang bersangkutan turut bertanggung-jawab sesuai ketentuan pasal 188 ayat (1) UU No. 13/2003.


    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-234/Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Istirahat pada Sektor Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu

    3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-102/Men/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur

    4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per-15/Men/VII/2005 tentang Waktu Kerja dan Istirahat Pada Sektor Usaha Pertambangan Umum pada Daerah Operasi Tertentu

    ReplyDelete