Saturday, December 3, 2011

S1 diakui D3

Yth. pengasuh hukumonline. Pertama-tama kami ucapkan salam kenal, saya adalah salah satu karyawan di salah satu bank BUMN yang sudah mengabdi 12 tahun. Saya menggunakan ijazah S1 Ekonomi saat mendaftar sebagai karyawan, tetapi perusahaan menerima saya sebagai D3 dan saya setujui dengan penandatanganan surat pernyataan. Tapi, begitu kami berkarier selama 12 tahun pangkat dan jabatan saya tidak mengalami peningkatan yang signifikan, saya tetap sebagai bawahan. Andai kata dulu kami diterima sebagai S1 maka kami sekarang sudah menjadi kepala seksi. Sampai sekarangpun perusahaan tersebut masih merekrut karyawannya dengan sistem yang diterima S1 tetapi digaji sebagai D3. Yang jadi pertanyaan kami; apakah tidak ada pasalnya dalam UU Pidana dan Perdata yang bisa memperkarakan perusahaan bank BUMN di tempat kami bekerja?

2 comments:

  1. Berdasarkan ketentuan Pasal 95 PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan, pemberhentian, hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

    Ayat kedua dari Pasal 95 PP No 45 Tahun 2005 bahkan menegaskan bahwa bagi BUMN tidak berlaku ketentuan kepegawaian eselonisasi jabatan yang berlaku bagi pegawai negeri.

    Dari dua ketentuan di atas, jelas terlihat bahwa bagi karyawan BUMN berlaku peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, yaitu UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait seperti UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

    Pasal 32 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur, “penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, obyektif, serta adil dan setara tanpa diskriminasi.” Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pencari kerja bebas memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja. Selain itu, pemberi kerja juga harus menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan.


    Sementara, Pasal 32 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa “penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi dan perlindungan hukum.”


    Dari rumusan pasal dan penjelasan UU Ketenagakerjaan di atas, dapat ditarik beberapa kaidah sebagai berikut:

    1.Tidak dibenarkan pencari kerja dipaksa untuk menerima suatu pekerjaan.
    2.Pemberi kerja juga tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima tenaga kerja.
    3.Pemberi kerja harus menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan.

    ReplyDelete
  2. Dalam kasus Anda di mana perusahaan menyuruh Anda menandatangani surat pernyataan yang menunjukkan bahwa Anda seolah-olah berpendidikan Diploma (D3), ada beberapa hal yang harus dicermati. Apakah surat pernyataan itu adalah bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian (kontrak) kerja Anda? Apakah ada unsur tekanan atau paksaan ketika Anda menandatangani surat pernyataan itu?


    Mengacu pada ketentuan penempatan kerja di atas, perusahaan memang harus menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya. Untuk mengukur kemampuan pencari kerja, latar belakang pendidikan bukan satu-satunya ukuran. Perusahaan bisa menggunakan ukuran lain seperti misalnya, bakat dan pengalaman si pencari kerja. Hal ini ditambah dengan surat pernyataan yang Anda tanda tangani.


    Namun, untuk masalah jenjang karir, perusahaan harus mempertimbangkan faktor pendidikan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 49 Tahun 2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah. Selain faktor pendidikan, perusahaan juga harus melihat faktor pengalaman kerja dan masa kerja.


    Jika Anda merasa tak puas dengan struktur jabatan dan upah yang berlaku di perusahaan Anda, silakan rundingkan terlebih dulu dengan pihak manajemen. Jika menemui jalan buntu, maka Anda bisa membawa permasalahan ini ke instansi ketenagakerjaan terdekat sebelum ke Pengadilan Hubungan Industrial.


    Peraturan perundang-undangan terkait:

    1.Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
    2.Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
    3.Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
    4.Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN
    5.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 49 Tahun 2004 tentang Ketentuan Struktur dan Skala Upah

    Simak dan dapatkan tanya-jawab seputar Hukum tenaga kerja lainnya dalam buku “53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja” (hukumonline dan Visimedia) yang telah beredar di toko-toko buku.

    ReplyDelete