Saturday, December 3, 2011

Pesangon (III)

Tenaga kerja kami (wanita) meninggal dunia dan meninggalkan suami tanpa anak. Kepada siapa kami memberikan pesangon? sebab kami ditekan oleh pihak adik almarhum agar pesangonnya tidak diberikan kepada suaminya, dengan alasan suaminya sepeninggal almarhum sudah menikah lagi. Mohon penjelasan. Terima kasih.-

1 comment:

  1. Untuk menjawab pertanyaan Pak Ojar, kami ingin merujuk pada Pasal 166 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1 (satu) kali uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

    Dari ketentuan di atas terlihat bahwa perusahaan wajib memberikan pesangon dan hak buruh lainnya kepada ahli waris. Sayang pasal tersebut tidak menjelaskan lebih rinci mengenai siapa ahli waris yang dimaksud dan bagaimana mekanisme pemberian pesangon itu kepada si ahli waris.

    Pada praktiknya, di tiap dokumen perjanjian asuransi atau pembukaan rekening tabungan di bank, ada sebuah klausul yang menyebutkan siapa ahli waris yang berhak menerima manfaat atas asuransi atau tabungan itu jika si empunya meninggal dunia, yaitu suami atau istri si empunya. Hal yang sama dialami oleh istri yang suaminya seorang PNS. Ketika sang suami meninggal, istri berhak atas tunjangan bulanan almarhum suaminya.

    Dalam kasus yang Anda sebutkan, silakan coba ditengok lagi di dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama. Barangkali disebutkan mengenai siapa ahli waris yang berhak atas pesangon maupun tunjangan lainnya. Jika disebutkan, maka Anda tinggal membayarkannya kepada yang bersangkutan.

    Benar bahwa masalah yang menimpa perusahaan Anda cukup pelik karena adanya 'perselisihan' antar ahli waris (suami dengan adik si istri) yang masing-masing mengaku sebagai ahli waris yang sah dari pekerja anda. Mari kita tilik dari segi hukum waris.

    Dalam hukum waris islam, jika istri meninggal tanpa ada anak atau cucu, maka si suami berhak atas separoh (�) dari harta warisan. Hal itu ditegaskan dalam Surat An-Nisa ayat 12. Dari surat itu jelas terlihat bahwa suami adalah ahli waris yang dari istri.

    Sedangkan ditilik dari hukum waris Barat (berdasarkan KUH Perdata), pada prinsipnya anak dan keturunan lainnya diutamakan kedudukannya sebagai ahli waris. Meski begitu, Pasal 852a KUH Perdata menyamakan posisi suami (yang ditinggal mati istrinya) dengan anak untuk menjadi ahli waris.

    Sementara ditinjau dari hukum waris adat yang menganut sistem parental, pada prinsipnya antara duda dan janda tidak saling mewarisi. Namun demikian, sang duda bisa menguasai harta warisan istri untuk kebutuhan biaya hidup dan memelihara anak-anaknya.

    Dari tiga ketentuan sistem hukum waris di atas terlihat bahwa suami bisa dikategorikan sebagai ahli waris seperti yang disebut dalam ketentuan Pasal 166 UU Ketenagakerjaan. Artinya, anda wajib menyerahkan pesangon dan tunjangan lainnya kepada suami.

    Ada baiknya Anda meminta para pihak mendapatkan terlebih dahulu penetapan ahli waris dari pengadilan. Jika penetapan itu ada, maka Anda bisa lebih kuat secara hukum membayarkan pesangon tersebut kepada ahli waris yang sah.

    Demikian jawaban kami, mudah-mudahan bermanfaat (IHW).

    ReplyDelete