Tuesday, December 6, 2011

Perusda/BUMD tidak memiliki Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)

Perusahaan kami berbentuk Perseroan Terbatas bergerak di bidang kehutanan yang sahamnya 99,99% dimiliki Pemerintah Daerah (Perusda). Selama ini kami tidak mempunyai Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), Serikat Pekerja juga tidak ada karena semua pegawai telah menjadi anggota Korpri. Segala hal tentang Kepegawaian dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) maupun Standard Operating Procedure (SOP) yang ditandatangani Direksi dan Komisaris. Bahkan beberapa permasalahan terkait Kepegawaian (pernikahan, perceraian) juga merujuk pada ketentuan yang berlaku bagi PNS. Pertanyaan saya, apakah boleh Perusahaan tidak memiliki Peraturan Perusahaan (PP) dan/atau Kesepakatan kerja Bersama (KKB) sebagaimana diatur dalam Ketentuan Ketenagakerjaan karena berstatus Perusda tersebut? Bagi Perusda (BUMD) untuk mengatur permasalahan kepegawaian/perburuhan sebaiknya mengacu pada UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan atau pada Ketentuan Kepegawaian yang berlaku bagi PNS pada umumnya? Mohon penjelasannya.

1 comment:

  1. 1. Peraturan Perusahaan (disingkat “PP” dan lazim disebut company regulation/reglemen) dan Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”, atau sebelumnya disebut KKB, Kesepakatan Kerja Bersama, disebut juga CLA, collective labour agreement) adalah instrument yang mengatur syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban serta tata tertib di suatu perusahaan yang merupakan penjabaran dari -ketentuan dalam- perjanjian kerja (employment agreement) (vide Pasal 1 angka 20 dan Pasal 21 jo Pasal 1 angka 14 dan Pasal 54 ayat [2] UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan/”UU No. 13/2003”).


    Perbedaannya, PP dibuat sepihak oleh pengusaha dengan meminta dan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil-wakil pekerja/buruh (pegawai), sedangkan PKB dibuat secara bersama-sama antara pengusaha (management) dengan serikat pekerja (trade union). Dengan kata lain, PKB merupakan hasil perundingan antara pengusaha dengan “para pegawai” melalui representasi trade union (vide Pasal 108, Pasal 109 dan Pasal 110 ayat (1) jo Pasal 1 angka 20 serta Pasal 116 jo Pasal 1 angka 21 UU No.13/2003).


    Dengan demikian, syarat utama pembuatan (perundingan) PKB, harus telah terbentuk serikat pekerja yang memenuhi syarat dan mempunyai kewenangan (bevogdijk) untuk berunding menyusun PKB. Sedangkan pembuatan PP hanya diwajibkan (secara tertulis) apabila pengusaha/perusahaan telah mempekerjakan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pegawai atau lebih (vide Pasal 25 ayat (1) huruf a UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh atau “UU No. 21/2000” dan Pasal 110 ayat (1) jo Pasal 108 ayat (1) UU No. 13/2003).


    Bilamana di perusahaan Saudara belum terbentuk serikat pekerja (trade union) namun telah memenuhi syarat jumlah pegawai untuk wajib membuat PP, maka tentu saja setidak-tidaknya sudah harus ada PP yang disusun/dibuat oleh management dengan meminta saran dan pertimbangan dari wakil-wakil pegawai yang disahkan oleh Dinas Ketenagakerjaan (setempat) yang berwenang (Pasal 108 ayat (1) dan Pasal 7 Kepmenakertrans No. Kep-48/Men/IV/2004).


    2. Sesuai pernyataan Saudara, bahwa di perusahaan Saudara hanya ada organisasi Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia). Terkait dengan itu, menurut hemat kami, organisasi ini tidak representatif untuk menjadi “mitra” management dalam perundingan pembuatan PKB (lihat Pasal 44 ayat (2) UU No. 21/2000), karena pegawai di perusahaan Saudara bukan lagi murni Pegawai Negeri yang tunduk pada UU Kepegawaian (UU No. 8 Tahun 1974 jo UU No. 43 Tahun 1999). Lembaga BUMN/BUMD sudah tunduk pada Hukum Korporasi (corporate law) –khususnya UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dan Hukum Ketenagakerjaan (labour law) khususnya UU No. 13/2003, walaupun tidak menutup kemungkinan di suatu BUMN/BUMD dapat dibentuk Korpri dan dalam hal-hal tertentu seperti ketentuan –khusus- mengenai pernikahan dan izin perceraian bagi pegawai BUMN dan BUMD, memang masih tunduk pada UU Kepegawaian dimaksud (vide Pasal 1 huruf a angka 2 butir [c] dan butir [d] dan huruf b angka 7 dan angka 9 PP No. 10 Tahun 1983).

    Dasar hukum:


    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.

    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999.

    3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh.

    4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

    5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS.

    7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-48/Men/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama.


    Simak dan dapatkan tanya-jawab seputar Hukum tenaga kerja lainnya dalam buku “53 Tanya Jawab Seputar Tenaga Kerja” (hukumonline dan Visimedia) yang telah beredar di toko-toko buku.

    ReplyDelete