Saturday, December 3, 2011

Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Masalah-masalah apa saja yang harus dicermati dalam pemborongan pekerjaan? Terimakasih.

1 comment:

  1. Pada saat ini, sedangkan berkembang wacana untuk merevisi UU No.13 tahun 2000 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) sebagai antisipasi terhadap persoalan ketenagakerjaan dan investasi di Indonesia, dan salah satu yang menjadi sorotan adalah persoalan outsourcing.

    Namun, kita tidak akan membahas hal tersebut di sini, tetapi kepada salah satu aspek dalam outsourcing, yaitu pemborongan pekerjaan. Sebagai dasar dan acuan dalam perjanjian pemborongan adalah UU Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain (Kepmen 220/2004).

    Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis (diatur dalam ps.64 - ps.66 UU Ketenagakerjaan).

    Dalam pemborongan pekerjaan terdapat tiga kelompok yang berkepentingan, yaitu Perusahanan Pemberi Pekerjaan Pemborongan (Perusahaan Pemberi Pemborongan), Perusahaan Penerima Pekerjaan Pemborongan (Perusahaan Penerima Pemborongan), dan Pekerja.

    Perusahaan Pemberi Pemborongan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Penerima Pemborongan. Hal ini dilaksanakan melalui Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Didalamnya wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja yang muncul.

    Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemborongan perkerjaan ini, yaitu:
    1. Bentuk Perusahaan, dan
    2. Jenis Pekerjaan.

    Dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Penerima Pemborongan yang harus diperhatikan adalah apakah perusahaan tersebut berbadan hukum atau tidak, karena penyerahan ini hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang berbadan hukum (Ps.3 (1) Kepmen 220/2004). Ada beberapa pengecualian terhadap hal ini (dapat dilihat dalam Ps.3 (2) dan Ps.4 Kepmen 220/2004).

    Jenis pekerjaan yang dapat diserahkan kepada Perusahaan Penerima Pemborongan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
    a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan;
    b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Perusahaan Pemberi Pemborongan;
    c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan alur kegiatan kerja Perusahaan Pemberi Pemborongan;
    d. tidak menghambat proses produksi secara langsung artinya kegiatan tersebut adalah merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana biasanya.

    Disamping itu, Perusahaan Pemberi Pemborongan wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan (yang akan diserahkan kepada Perusahaan Penerima Pemborongan). Perusahaan Pemberi Pemborongan juga harus menetapkan jenis-jenis pekerjaan utama dan pekerjaan penunjang. Kemudian melaporkan semua ini kepada Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat.

    ReplyDelete