Saturday, December 3, 2011

Kerja 24 jam nostop!

tunangan saya(wanita) bekerja di sebuah perusahaan di jakarta, dengan jam kerja 08.00 wib - 17.00wib. terkadang pulang jam 19.00wib, tapi kemarin tgl 25 agustus, setelah lewat jam kerja normal, tunangan saya di minta kerja malam, jadi langsung kerja lagi dan sekitar jam 08.00(26 agustus) saya telepon ternyata masih belum pulang dan katanya pulangnya jan 09.30wib. saya sempat terkejut, mana ada orang kerja sampai 24 jam nostop seperti itu. Tunangan saya dia tinggal di tempat kost sedangkan saya di tangerang. Terus terang saya sempat kesal dengan perusahaannya itu. Saya pernah mendengar katanya kalau pun lembur tidak boleh lebih dari 8 jam! pakah itu benar? dan bagaiman cara perhitungannya dengan perusahaannya itu? saya ingin datang dan temui atasannya, tapi saya juga sedang kerja ditangerang. saya telepon tapi katanya belum datang. Mohon bantuan masukan dari rekan apa yang harus saya lakukan karena ini sepertinya sudah terlewat batas. Terima kasih atas masukannya.

2 comments:

  1. Mengenai waktu kerja, Pasal 77 ayat (2) UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disingkat UUK) hanya mengenal ketentuan waktu kerja 40 jam kerja/minggu yang dapat diatur 8 jam/hari untuk 5 hari kerja/minggu dan 7 jam/hari untuk 6 hari kerja/minggu. Itu pun hari ke-6 hanya 5 jam kerja atau yang biasa kita dengar dengan istilah �kerja setengah hari.'


    Pengecualian ketentuan di atas memang dimungkinkan dalam pasal 77 ayat (3) UUK, yaitu hanya pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Yang dimaksud ialah sektor usaha energi dan sumber daya mineral serta pertambangan yang berlokasi pada daerah tertentu. Pada sektor ini, sebagaimana diatur khusus dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.234/MEN/2003 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-15/MEN/VII/2005, maksimal waktu kerja ialah 12 jam/hari, termasuk waktu istirahat sekurang-kurangnya 1 jam. Artinya tidak ada satu aturan pun yang menyatakan buruh boleh dipekerjakan selama 24 jam non stop.


    UU ketenagakerjaan juga mengatur kelebihan waktu kerja atau yang biasa kita kenal dengan lembur. Definisi lembur sebagaimana disebutkan dalam pasal 78 ayat (1) UUK adalah waktu kerja yang melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 ayat (2) UUK. Mengenai kelebihan waktu kerja, pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur menyatakan lembur dapat dilakukan paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam/minggu.


    Kepmenaker 102 juga memberikan berbagai persyaratan lembur seperti: adanya persetujuan buruh yang bersangkutan, perusahaan wajib membayar upah kerja lembur, memberi kesempatan istirahat secukupnya serta makanan dan minuman.


    Adapun penghitungan upah lembur ditentukan dengan upah per jam, sedangkan upah per jam berdasarkan Kepmenaker 102 adalah 1/173 kali upah sebulan. Dan harus diperhatikan pula bahwa upah kerja lembur per jam-nya dikalikan dengan besaran yang berbeda-beda, tergantung pada waktu kerja lembur diadakan. Apabila kerja lembur diadakan setelah jam kerja, upah kerja lembur sebesar 1,5 kali upah sejam untuk jam pertama dan untuk setiap jam berikutnya harus dibayar sebesar 2 kali upah sejam.


    Sedangkan lembur yang diadakan pada hari yang telah ditetapkankan sebagai hari istirahat atau libur resmi, perhitungan upah kerja lembur dibayar 2 kali upah sejam untuk jam pertama dan untuk setiap jam berikutnya dibayar 3 kali sampai 4 kali upah sejam.

    ReplyDelete
  2. Berikut contoh penghitungan upah lembur.
    X menerima upah Rp. 1.000.000/bulan atau sama dengan Rp.5.780,3/jam (1/173 kali upah sebulan). Ia bekerja dengan waktu kerja 8 jam/hari dan 5 hari/minggu. Pada hari kerja ke-5, X diminta untuk melakukan kerja lembur selama 3 jam. Maka penghitungan upah lemburnya adalah sebagai berikut:


    Jam pertama : 1,5 x Rp. 5.780,3 = Rp. 8.670
    Jam kedua : 2 x Rp. 5.780,3 = Rp. 11.560
    Jam ketiga : 2 x Rp. 5.780,3 = Rp. 11.560


    Pemberian upah kerja lembur sebagaimana ketentuan di atas merupakan kewajiban. Bahkan UUK dalam pasal 187 menyatakan pelanggaran terhadap pembayaran upah lembur merupakan tindak pidana yang dapat dikenakan sanksi pidana 1 sampai dengan12 bulan kurungan dan/atau denda Rp.10.000.000 � Rp. 100.000.000.


    Bila mengacu kepada aturan ini, ada berbagai strategi yang bisa ditempuh. Pertama tunangan anda harus memeriksa apakah benar aturan maupun persyaratan lembur telah dipenuhi perusahaan. Selain memperhatikan kesesuaian waktu, harus ditekankan pula bahwa lembur itu sifatnya voluntary bukan kewajiban, artinya cuma bisa dijalankan kalau ada persetujuan dari buruh yang bersangkutan dan wajib dibayar oleh perusahaan.


    Sedikit pengalaman dari Jerman, lembur wajib dimintakan persetujuan dari buruh yang bersangkutan. Kemudian harus didiskusikan dan dibuat jadwal serta perencanaan oleh betriebsrat (dewan buruh yang terdiri dari buruh dan pengusaha yang ada dalam sebuah perusahaan). Belajar dari pengalaman ini, bila ada, mengapa tidak melibatkan Serikat Buruh (SB) di perusahaan. Secara kolektif untuk kepentingan seluruh buruh, SB dapat untuk melakukan pembelaan, menyampaikan keluhan soal jam kerja dan lembur, serta berunding dengan pengusaha.


    Apabila tidak juga dipenuhi, keluhan ini dapat pula dilaporkan sebagai tindak pidana khusus ketenagakerjaan pada Pegawai Penyidik Negeri Sipil (PPNS) yang ada di Dinas Ketenagakerjaan setempat maupun kepolisian.


    Demikian jawaban kami. Mudah-mudahan bermanfaat.

    ReplyDelete