Saturday, December 3, 2011

KEADAAN MEMAKSA / FORCE MAJEUR

Kami adalah pengusaha dibidang perhotelan di Bali. Akhir-akhir ini,terutama setelah Bomb Bali tanggal 12 Oktober, omzet kami menurun drastis hingga perusahaan sering merugi. Yang ingin kami tanyakan adalah bolehkah kami mengajukan PHK dengan alasan Force Majeur dan dengan demikian pesangon yang diberikan adalah 1X Kepmen? Dan, dimanakah saya boleh mendapatkan/ mencari definisi Pemerintah mengenai Force Majeur? Di situs: www.library.yale.edu/~llicense/forcecls.shtml dijelaskan bahwa Force Majeur tidak harus bencana alam maupun wars & riots namun juga dapat mencakup "performance failures of parties outside control of the contracting party not caused by negligence" contoh: disrupsi servis telepon dikarenakan kerusakan pada TELKOM; apakah di Indonesia juga diterapkan hal yang sama? Saya terima kasih sekali atas adanya rubrik ini yang membantu orang awam seperti saya dapat melakukan business. Terima kasih.

1 comment:

  1. Berdasarkan Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ("UUK"), pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disebabkan oleh inisiatif perusahaan, harus mendapatkan penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (ps.151 (3) UUK); untuk sementara hingga lembaga ini dibentuk, fungsi ini dijalankan oleh P4P/P4D), kecuali PHK yang disebabkan karena pekerja/buruh yang bersangkutan berada dalam keadaan sakit keras yang berkepanjangan, melakukan kesalahan berat, melakukan perbuatan pidana, mengundurkan diri, meninggal, pensiun dan mangkir kerja (ps.158, 160, 162, 164, 166, 167 dan 168). Force majeure biasanya merupakan alasan yang dipakai oleh sebuah perusahaan (ps.164 (1)) untuk mengadakan PHK.


    Force majeure adalah kejadian atau keadaan yang terjadi diluar kuasa dari para pihak yang bersangkutan, dalam hal ini perusahaan dan pekerja/buruh. Istilah yang digunakan dalam UUK untuk force majeur adalah keadaan memaksa.


    Namun UUK tidak menjelaskan lebih lanjut pengertian keadaan memaksa. Sepanjang yang kami ketahui, force majeure biasanya merujuk pada tindakan alam (act of God), seperti bencana alam (banjir, gempa bumi), epidemik, kerusuhan, pernyataan perang, perang dan sebagainya.


    Tindakan pemerintah, termasuk juga perubahan regulasi, yang pada dasarnya diluar kuasa para pihak, sudah menjadi anggapan umum merupakan bagian dari resiko berusaha. Sebaiknya (dan seringkali juga) hal itu diatur secara tegas oleh para pihak (pihak perusahaan dan tenaga kerja/buruh) dalam perjanjian, termasuk mekanisme penggantian kerugian atau tambahan beban kewajiban yang timbul. Dasar pengaturan demikian tunduk pada kebebasan berkontrak (ps.1320 KUH Perdata).


    Sedangkan akibat dari kejadian yang sepertinya diluar kuasa manusia sehubungan dengan kegiatan ekonomi, misalnya krisis ekonomi Indonesia selama ini, yang mana ternyata menimbulkan efek yang berbeda pada pelaku ekonomi --- maksudnya ada yang merugi dan memperoleh keuntungan --- biasanya bukan dasar alasan yang kuat sebagai force majeure. Dalam hal demikian, bagi pelaku yang merugi dapat meminta penyelesaian melalui mekanisme bi-partit dengan pihak terkait, atau bahkan meminta intervensi pemerintah, untuk keringan/ bantuan sehubungan dengan kerugiannya/ tambahan beban kewajiban yang ditanggungnya.


    Mengenai PHK karena force majeure, UUK menetapkan bahwa pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 (4).


    Untuk hal ini Anda dapat mempelajari lebih lanjut ketentuan-ketentuan dalam UUK mengenai PHK dengan cara mendownload dokumen UUK ini.

    ReplyDelete