Friday, December 2, 2011

Addendum atau Perpanjangan Kontrak

Langsung saja. Pada saat saya bekerja di perusahaan yang lama, saya menggunakan Addendum, sedangkan di perusahaan yang baru saya menggunakan istilah perpanjangan kontrak. Apakah keduanya (Addendum dan Perpanjangan Kontrak) memiliki arti yang sama? Jika tidak, mana yang lebih kuat di mata undang-undang? Demikian, terima kasih. Mohon atas jawabannya. Tosan Ajie.

1 comment:

  1. Addendum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah; jilid tambahan (pada buku);lampiran; ketentuan atau pasal tambahan, misal dalam akta. Pada umumnya, istilah addendum dipergunakan saat ada tambahan atau lampiran pada perjanjian pokoknya namun merupakan satu kesatuan dengan perjanjian pokoknya. Meskipun jangka waktu perjanjian tersebut belum berakhir, para pihak dapat menambahkan addendum sepanjang disepakati oleh kedua belah pihak.


    Sedangkan, perpanjangan perjanjian/kontrak pada umumnya digunakan saat suatu perjanjian berakhir, namun para pihak menghendaki perikatan yang berakhir itu (misalnya hubungan kerja) untuk diteruskan. Sehingga, para pihak membuat kesepakatan untuk memperpanjang perjanjian/kontrak.


    Pada dasarnya, keduanya, baik addendum maupun perpanjangan kontrak adalah perjanjian. Karena tanpa kesepakatan kedua belah pihak, salah satu pihak tidak dapat membuat addendum atau memperpanjang suatu perjanjian secara sepihak. Jadi, sebenarnya perbedaannya adalah pada penggunaan istilah atas dasar perbedaan fungsi. Namun, esensi keduanya tetap adalah perjanjian. Simak juga artikel jawaban kami sebelumnya, Surat Perjanjian Kerja dengan Banyak Addendum.


    Dengan demikian, keduanya sama-sama merupakan perjanjian dan tunduk pada asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPer"). Jadi, dalam membuat kontrak/perjanjian, para pihak bebas menentukan isi kontrak sepanjang isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPer). Termasuk dalam menentukan bentuk yang digunakan, para pihak dapat menyepakatinya.


    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
    Dasar Hukum:
    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

    ReplyDelete